Anak Muda Turut Bicara tentang MDGs/Audiensi IFL dan 3 Duta MDGs bersama Wapres RI.
Anak Muda Turut Bicara tentang MDGs
Indonesia Future Leaders beraudiensi dengan Wakil Presiden
Optimistis pada generasi penerus. Wakil Presiden Boediono sedang menuliskan pesan untuk anak-anak Indonesia. (foto: Kris Hadiyanto)
Istana Wakil Presiden. Berulang kali di berbagai kesempatan, Wakil Presiden (Wapres) Boediono menyampaikan keyakinannya bahwa banyak anak-anak muda Indonesia yang sangat peduli terhadap kemajuan bangsa. Keyakinan itu, salah satunya, terbukti dengan kehadiran sekelompok anak muda ke Kantor Wapres pada Kamis 16 September 2010. Mereka adalah anak-anak muda yang memiliki optimisme untuk mewujudkan wajah Indonesia di masa depan yang lebih baik lagi. Anak-anak muda itu tergabung dalam Indonesia Future Leaders (IFL).
President IFL Muhammad Iman Usman tidak datang sendirian menghadap Wapres. Ia membawa serta beberapa duta yang tahun ini aktif mengampanyekan pentingnya pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Kampanye dan sosialisasi MDGs adalah salah satu program penting IFL tahun ini yang juga mendapat dukungan dari Kantor Perwakilan Perserikatan bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia.
Siang itu, Iman datang bersama tiga Duta MDGs yakni Rozana Pratiwi dari Universitas Hassanudin Makassar , Lutvi Amin dari SMAN I Blitar, dan Adinda Juliani Kdari SMAN I Cianjur. Turut hadir pula Jessica Angkasa, mahasiswi Universitas Pelita Harapan (UPH) yang juga Ketua Pelaksana program I Speak for MDGs. Sedangkan yang mendampingi mereka adalah Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk MDGs Nila Moeloek dan juga Koordinator Nasional PBB untuk MDGs Campaign Wilson Siahaan. IFL adalah organisasi anak muda yang menginginkan pengembangan kepemimpinan di kalangan kaum muda Indonesia.“Pengurus IFL berjumlah 30 orang dan berusia di bawah 24 tahun serta tidak dibayar,” ujar Iman.
“Saya senang dan bangga sekali melihat anak-anak muda mempunyai inisiatif seperti ini,” ujar Wapres. Fokus pada estafet kepemimpinan kepada generasi muda, menurut Wapres, adalah fokus yang sangat tepat. Program mengkampanyekan MDGs juga merupakan tema yang tepat, sehingga tinggal mengisinya dengan kegiatan pas. "Pimpinan masa depan, tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga memiliki sikap dan integritas. Kalau saya masih muda pasti saya akan ikut IFL,” ujar Wapres dengan mimik wajah serius.
“Kami yakin, pencapaian MDGs perlu melibatkan anak-anak muda,” ujar Iman. IFL mengupayakan penyebaran kesadaran mengenai MDGs sejak awal 2010 melalui sejumlah talkshow, kompetisi proyek pengembangan masyarakat, dan perkemahan relawan ke berbagai sekolah di Indonesia. “Salah satu bentuk kerjasama IFL dengan PBB adalah menggelar program I Speak for MDGs,” ujar Wilson. Rangkaian kegiatan I Speak for MDGs dimulai dengan pengumpulan 55.000 kartu pos berisi testimoni anak-anak dari 12 provinsi tentang pendidikan. Kartu pos yang terkumpul akan disusun menjadi sebuah komposisi Peta Indonesia yang akan dipamerkan.
Wapres menyetujui pandangan Iman bahwa pencapaian MDGs tidak bisa hanya mengandalkan Pemerintah, melainkan juga harus melibatkan masyarakat termasuk generasi muda. “Kesehatan dan pendidikan adalah kunci pencapaian MDGs, karena fokusnya pada manusia,”ujar Wapres. Sejarah menunjukkan bahwa kunci kemajuan suatu bangsa adalah manusia, bukan berdasarkan jumlah melainkan kualitasnya. Kesehatan merupakan hardware manusia, dan pendidikan adalah software-nya.
Para Duta MDGs juga masih mengeluhkan mutu pendidikan di Indonesia, Misalnya, kurikulum yang terlalu berat dengan begitu banyaknya mata pelajaran di sekolah formal. “Ada beberapa mata pelajaran yang tidak perlu diajarkan di sekolah formal,” ujar Juliani. Masih belum cukup dengan keluhan mengenai kurikulum, Juliani juga mempertanyakan kualitas guru. Ia mengibaratkan generasi penerus bangsa adalah sebuah botol kosong, dan isi botol itu kelak sangat tergantung pada yang mengisinya. “Siapa yang mengisinya? Guru-guru itulah yang akan mengisinya, bagaimana bisa kita berharap jika kualitas guru kurang baik?” ujar Juliani.
Memang, kunci pendidikan yang baik dan berkualitas terletak pada kurikulum yang pas. “Pembawa kurikulum yang tidak lain guru harus dapat mengajarkan dengan baik,”ujar Wapres menanggapi keluhan Juliani. Saat ini, memang kurikulum masih terasa terlalu berat dan juga kemampuan para guru belum merata. “Tetapi sambil menunggu perbaikan, jangan menyerah. Tetap semangat belajar ya,” ujar Wapres yang mencontohkan pemanfaatan internet sebagai alternatif untuk menutupi segala kekurangan yang ada."Kelemahan yang ada jangan menjadi excuse," tambah Wapres.
Pada kesempatan itu, IFL juga meminta Wapres menulis pesan kepada seluruh anak-anak Indonesia yang akan disebarluaskan ke seluruh Indonesia. "Selamat berkarya, jika untuk kemajuan generasi muda, pasti saya dukung," tutur Wapres. (Bey Machmuddin).
http://www.wapresri.go.id/index/preview/kegiatan/647 : sumber situs resmi wapres RI
Indonesia Future Leaders beraudiensi dengan Wakil Presiden
Optimistis pada generasi penerus. Wakil Presiden Boediono sedang menuliskan pesan untuk anak-anak Indonesia. (foto: Kris Hadiyanto)
Istana Wakil Presiden. Berulang kali di berbagai kesempatan, Wakil Presiden (Wapres) Boediono menyampaikan keyakinannya bahwa banyak anak-anak muda Indonesia yang sangat peduli terhadap kemajuan bangsa. Keyakinan itu, salah satunya, terbukti dengan kehadiran sekelompok anak muda ke Kantor Wapres pada Kamis 16 September 2010. Mereka adalah anak-anak muda yang memiliki optimisme untuk mewujudkan wajah Indonesia di masa depan yang lebih baik lagi. Anak-anak muda itu tergabung dalam Indonesia Future Leaders (IFL).
President IFL Muhammad Iman Usman tidak datang sendirian menghadap Wapres. Ia membawa serta beberapa duta yang tahun ini aktif mengampanyekan pentingnya pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Kampanye dan sosialisasi MDGs adalah salah satu program penting IFL tahun ini yang juga mendapat dukungan dari Kantor Perwakilan Perserikatan bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia.
Siang itu, Iman datang bersama tiga Duta MDGs yakni Rozana Pratiwi dari Universitas Hassanudin Makassar , Lutvi Amin dari SMAN I Blitar, dan Adinda Juliani Kdari SMAN I Cianjur. Turut hadir pula Jessica Angkasa, mahasiswi Universitas Pelita Harapan (UPH) yang juga Ketua Pelaksana program I Speak for MDGs. Sedangkan yang mendampingi mereka adalah Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk MDGs Nila Moeloek dan juga Koordinator Nasional PBB untuk MDGs Campaign Wilson Siahaan. IFL adalah organisasi anak muda yang menginginkan pengembangan kepemimpinan di kalangan kaum muda Indonesia.“Pengurus IFL berjumlah 30 orang dan berusia di bawah 24 tahun serta tidak dibayar,” ujar Iman.
“Saya senang dan bangga sekali melihat anak-anak muda mempunyai inisiatif seperti ini,” ujar Wapres. Fokus pada estafet kepemimpinan kepada generasi muda, menurut Wapres, adalah fokus yang sangat tepat. Program mengkampanyekan MDGs juga merupakan tema yang tepat, sehingga tinggal mengisinya dengan kegiatan pas. "Pimpinan masa depan, tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga memiliki sikap dan integritas. Kalau saya masih muda pasti saya akan ikut IFL,” ujar Wapres dengan mimik wajah serius.
“Kami yakin, pencapaian MDGs perlu melibatkan anak-anak muda,” ujar Iman. IFL mengupayakan penyebaran kesadaran mengenai MDGs sejak awal 2010 melalui sejumlah talkshow, kompetisi proyek pengembangan masyarakat, dan perkemahan relawan ke berbagai sekolah di Indonesia. “Salah satu bentuk kerjasama IFL dengan PBB adalah menggelar program I Speak for MDGs,” ujar Wilson. Rangkaian kegiatan I Speak for MDGs dimulai dengan pengumpulan 55.000 kartu pos berisi testimoni anak-anak dari 12 provinsi tentang pendidikan. Kartu pos yang terkumpul akan disusun menjadi sebuah komposisi Peta Indonesia yang akan dipamerkan.
Wapres menyetujui pandangan Iman bahwa pencapaian MDGs tidak bisa hanya mengandalkan Pemerintah, melainkan juga harus melibatkan masyarakat termasuk generasi muda. “Kesehatan dan pendidikan adalah kunci pencapaian MDGs, karena fokusnya pada manusia,”ujar Wapres. Sejarah menunjukkan bahwa kunci kemajuan suatu bangsa adalah manusia, bukan berdasarkan jumlah melainkan kualitasnya. Kesehatan merupakan hardware manusia, dan pendidikan adalah software-nya.
Para Duta MDGs juga masih mengeluhkan mutu pendidikan di Indonesia, Misalnya, kurikulum yang terlalu berat dengan begitu banyaknya mata pelajaran di sekolah formal. “Ada beberapa mata pelajaran yang tidak perlu diajarkan di sekolah formal,” ujar Juliani. Masih belum cukup dengan keluhan mengenai kurikulum, Juliani juga mempertanyakan kualitas guru. Ia mengibaratkan generasi penerus bangsa adalah sebuah botol kosong, dan isi botol itu kelak sangat tergantung pada yang mengisinya. “Siapa yang mengisinya? Guru-guru itulah yang akan mengisinya, bagaimana bisa kita berharap jika kualitas guru kurang baik?” ujar Juliani.
Memang, kunci pendidikan yang baik dan berkualitas terletak pada kurikulum yang pas. “Pembawa kurikulum yang tidak lain guru harus dapat mengajarkan dengan baik,”ujar Wapres menanggapi keluhan Juliani. Saat ini, memang kurikulum masih terasa terlalu berat dan juga kemampuan para guru belum merata. “Tetapi sambil menunggu perbaikan, jangan menyerah. Tetap semangat belajar ya,” ujar Wapres yang mencontohkan pemanfaatan internet sebagai alternatif untuk menutupi segala kekurangan yang ada."Kelemahan yang ada jangan menjadi excuse," tambah Wapres.
Pada kesempatan itu, IFL juga meminta Wapres menulis pesan kepada seluruh anak-anak Indonesia yang akan disebarluaskan ke seluruh Indonesia. "Selamat berkarya, jika untuk kemajuan generasi muda, pasti saya dukung," tutur Wapres. (Bey Machmuddin).
http://www.wapresri.go.id/index/preview/kegiatan/647 : sumber situs resmi wapres RI
No comments:
Post a Comment