A. Sikap Motivasi dan Mawas Diri
Jika kita tau siapa diri kita,darimana berasal,untuk
apa hidup didunia,setelah itu mau kemana lagi melangkah/melanjutkan
hidup,rasanya jika tiap diri ini sadar akan semua hal itu tak akan banyak kita
temui keluh kesah dalam menjalani kehidupan ini.
Kehidupan ini sendiri adalah pemberian dari Sang
Maha Pemberi. Saat kita dilahirkan ke dunia ini, kita pun mendapat pemberian
kasih sayang dari orang tua. Bayangkan jika kita lahir tanpa ada orang yang
memberi kasih sayang itu, niscaya kita tak kan ada sampai saat ini. Semua hal
yang kita manfaatkan dalam hidup ini adalah pemberian(taken for granted). Apa
yang diberikan itu tanpa pamrih. Tanpa mengharap balasan.
Saat ini kita telah dewasa, atau lebih dari kata dewasa itu sendiri. Sudah saatnya untuk tidak hanya menerima, tapi memberi. Memberi apa yang kita punya dan kita sanggup untuk memberikannya. Tidak perlu muluk-muluk, hal-hal yang sederhana saja. Memberikan senyuman ke orang yang berpapasan dengan kita, memberikan kasih sayang dan perhatian ke orang tua kita. Membuatkan minuman mungkin, memberikan salam saat pergi ataupun pulang, atau juga memberikan ciuman di tangan beliau.
Saat ini kita telah dewasa, atau lebih dari kata dewasa itu sendiri. Sudah saatnya untuk tidak hanya menerima, tapi memberi. Memberi apa yang kita punya dan kita sanggup untuk memberikannya. Tidak perlu muluk-muluk, hal-hal yang sederhana saja. Memberikan senyuman ke orang yang berpapasan dengan kita, memberikan kasih sayang dan perhatian ke orang tua kita. Membuatkan minuman mungkin, memberikan salam saat pergi ataupun pulang, atau juga memberikan ciuman di tangan beliau.
Adanya kehidupan kita saat ini tidaklah secara
tiba-tiba, dan tidaklah dengan sendirinya tanpa ada tanpa campur tangan orang
lain. Orang-orang disekeliling kita sangat berperan akan keberadaan kita. Tapi
mengapa banyak yang tidak menyadarinya? Oleh karenanya, saatnya untuk memberi.
Banyak hal yang ingin kita capai,seperti pekerjaan,cita-cita,jodoh kita dan
lain sebagainya,sebelum kita dapatkan harus ada perjuangan, yakni tenaga ,pikiran
dan waktu. Ada pepatah berilah, maka kau akan menerima lebih. Hal ini bukan
berarti apa yang dilakukan adalah berpamrih, mengharapkan imbalan. Memberi
merupakan tolak ukur kesadaran dan keikhlasan. Jika memberi dengan diiringi
keinginan untuk suatu balasan, dan penerima pun mengabulkannya, maka itu
bukanlah pemberian yang utuh. Namun sebuah negosiasi. Negosiasi berkutat
antara untung dan rugi. Bukan lagi mendasarkan pada hati nurani.
Setiap pemberian pasti ada balasannya, akan dilipat
gandakan. Jika anda tidak percaya, cobalah dan lakukanlah. Lihat dan hitunglah
dengan objektif. Balasan itu tidak hanya berupa nominal angka mata uang, tidak
juga barang, namun juga bisa berupa hadirnya kesempatan, terjaganya kesehatan,
bertambahnya ilmu pengetahuan dan masih banyak lagi manfaat yang didapatkan.
Belum lagi bertambahnya pahala.
Jika tiap orang sadar dan faham arti memberi
ini,mungkin tidak akan kita temukan istilah pelit, sengsara atau miskin. tiap
orang yang sadar hidupnya adalah pemberian akan memberikan lagi kepada orang
lain baik itu moril atau materil. Kembali kepadanya dalam bentuk lain, sehingga
seperti sebuah siklus..
Motivasi merupakan vektor, mengandung bobot dan arah. Lebih lanjut motivasi selalu dihubungkan engan tujuan. Jadi motivasi belajar,
tentunya perlengkapan psikologik yang membangkitkan seseorang untuk belajar agar
mencapai tujuan. Dengan perkataan lain, apabila kita tidak jelas dengan tujuan yang
hendak kita capai, maka sulit untuk menemukan motivasi belajar.
Motivasi merupakan vektor, mengandung bobot dan arah. Lebih lanjut motivasi selalu dihubungkan engan tujuan. Jadi motivasi belajar,
tentunya perlengkapan psikologik yang membangkitkan seseorang untuk belajar agar
mencapai tujuan. Dengan perkataan lain, apabila kita tidak jelas dengan tujuan yang
hendak kita capai, maka sulit untuk menemukan motivasi belajar.
Pada hakekatnya belajar adalah panggilan hidup.
Jadi bagi orang beriman, setidaknya sudah jelas satu tujuan
mempertanggungjawabkan kehidupan di hadapan Yang Maha Kuasa. Hal itu berarti,
sebisanya kita perlu belajar menjadi orang sebagaimana kita dimaksudkan Sang Pencipta.
Demikian pula kondisi otak kita bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kuantitas dan
kulitas asupan. Semakin banyak kita belajar, semakin berkembang fungsi otak kita, semakin
lebih termotivasi lagi untuk mencari tahu- belajar. Jadi bisa kita simpulkan bahwa sudah hakikinya manusia memiliki motivasi belajar.
sebisanya kita perlu belajar menjadi orang sebagaimana kita dimaksudkan Sang Pencipta.
Demikian pula kondisi otak kita bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kuantitas dan
kulitas asupan. Semakin banyak kita belajar, semakin berkembang fungsi otak kita, semakin
lebih termotivasi lagi untuk mencari tahu- belajar. Jadi bisa kita simpulkan bahwa sudah hakikinya manusia memiliki motivasi belajar.
Apabila pada sejumlah orang tidak nampak
termotivasi, berarti mereka sudah belajar lewat satu dan lain kondisi, menjadi
orang yang tidak termotivasi untuk belajar ., atau mereka tidak memiliki
kejelasan tentang tujuan hidupnya. Andaikan mereka berupaya memperjelas tujuan
hidupnya, dan menghapus hasil belajar (’de-learning’) yang keliru, maka
motivasinya akan nampak.
Meskipun tiap orang memiliki motivasi belajar, ada orang yang termotivasi dari dalam dirinya – ’ intrinsic’ , ada juga yang termotivasi dari luar – ’extrinsic’ . Mereka yang motivasi belajarnya bersifat intrinsik biasanya berorientasi ’inner locus of control’ . Mereka secara teratur mempertanyakan ke dirinya : ”Apa yang sudah saya pelajari ? Apa yang bisa saya laku kan untuk menambah dan memperbaikinya, mengembangkannya? Apakah saya sudah cukup berupaya?, masih bisa ditingkatkankah upaya saya ? dst. Yang pada hekekatnya, melakukan monitoring diri
Meskipun tiap orang memiliki motivasi belajar, ada orang yang termotivasi dari dalam dirinya – ’ intrinsic’ , ada juga yang termotivasi dari luar – ’extrinsic’ . Mereka yang motivasi belajarnya bersifat intrinsik biasanya berorientasi ’inner locus of control’ . Mereka secara teratur mempertanyakan ke dirinya : ”Apa yang sudah saya pelajari ? Apa yang bisa saya laku kan untuk menambah dan memperbaikinya, mengembangkannya? Apakah saya sudah cukup berupaya?, masih bisa ditingkatkankah upaya saya ? dst. Yang pada hekekatnya, melakukan monitoring diri
B. Bersikap Mawas diri
Otak menyimpan semua hasil rekaman pengetahuan dan
penghayatan kita dalam memory-nya. Apabila karena satu dan lain hal kita sempat
keliru belajar menjadi ’tidak mampu, tidak berdaya, tidak bias belajar’, maka
langkah yang perlu dilakukan adalah merombak hasil belajar tersebut.
Salah satu sikap mawas yang perlu dijaga adalah
mawas akan kosakata yang Anda ungkapkan baik ke diri maupun ke luar. Kosa-kata
yang Anda pakai mencerminkan siapa Anda tetapi juga membentuk diri Anda. Mawas
diri menurut kamus Beasar Bahasa indonesia, edisi kedua, balai pustaka 1993,
ialah melihat memeriksa dan mengoreksi) diri sendiri secara jujur,instropeksi,
kita harus mawas diri agar kita janagan membuat kesalahan yang sama. Mawas diri menurut Marbangun Hardjowirogo ialah meninjau ke dalam, hati nurani kita guna mengetahui benar tidaknya suatu tindakan.
Secara teknis psikiologis usaha tersebut dapat dinamakan juga
instropeksi yang pada dasarnya ialah pencarian tanggung jawab ke hati nurani
mengenai suatu perbuatan. orang jawa sering berbicara tentang mawas diri dan berusaha
pula untuk mempraktikkannya guna mendapatkan jawaban atas persoalan yang di
hadapinya yakni apakah suatu perbuatan yang di lakukannya, suatu tindakan yang
di ambilnya secara moral dapat di benarkan dan dapat di pertanggungjawabkan,
adapun jawaban yang di cari adalah menelaah hati nurani.
No comments:
Post a Comment